Fabel Motivasi - Kelinci dan Katak (Tegar dan Tetap Berjuang)

Kelinci dari dulu terkenal sebagai hewan yang bernyali kecil. Ia sering ketakutan tanpa alasan yang jelas dan sesegera mungkin menyingkir bila merasa terganggu keamanannya.
Suatu hari, terlihat sekelompok kelinci sedang berkumpul di tepi sebuah sungai. Mereka sibuk berkeluh kesah meratapi nyalinya yang kecil, serta mengeluhkan kehidupan mereka yang senantiasa dibayangi dengan mara bahaya. Semakin lama ngobrol, mereka semakin sedih dan ketakutan memikirkan nasib. Alangkah malangnya lahir menjadi seekor kelinci. Mau lebih kuat tidak punya tenaga, ingin terbang ke langit biru tidak punya sayap, setiap hari ketakutan melulu! Mau tidur nyenyak pun sulit karena terganggu oleh telinga panjang yang tajam pendengarannya sehingga matanya yang berwarna merah pun semakin lama semakin merah saja.
Mereka merasa hidup ini tidak ada artinya. Daripada hidup menderita ketakutan terus, mereka berpikir lebih baik mati saja. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk bunuh diri dengan cara melompat dari tepian tebing yang tinggi dan curam. Maka, para kelinci berbondong-bondong menuju ke arah tebing.
Saat mereka melewati pinggir sungai, ada seekor katak yang terkejut melihat kedatangan kelinci yang berjumlah banyak. Dengan tergesa-gesa, si katak yang ketakutan itu melompat ke sungai untuk melarikan diri.
Kelinci memang sering menjumpai katak yang melompat ketakutan saat mereka melintas. Selama ini mereka tidak peduli. Namun kali ini berbeda. Tiba-tiba ada seekor kelinci yang tersadar dari kesedihannya dan langsung berteriak, "Hei, berhenti! Kita tidak usah ketakutan sampai perlu harus bunuh diri!
Karena lihatlah, ternyata ada hewan lain yang lebih tidak bernyali dibandingkan kita yakni si katak yang terbirit-birit saat melihat kita!"
Mendengar kata-kata itu, tiba-tiba pikiran dan hati kelinci-kelinci lain terbuka - seolah-olah tumbuh tunas keberanian di hati mereka. Maka dengan riang gembira mereka mulai saling membesarkan diri masing-masing, "Iya, kita tidak perlu ketakutan!", "Tuh kan, ada makhluk lain yang lebih pengecut dari kita", "Iya, kita harus semakin berani!" Perlahan-lahan mereka berbalik arah, kembali ke arah pulang dengan riang gembira dan melupakan niat untuk bunuh diri.
Pembaca yang budiman,
Saat keberuntungan sedang tidak memihak kepada kita, jangan suka meratapi nasib yang dirundung malang seakan-akan hanya kitalah makhluk paling menderita di muka bumi ini.
Lihatlah di sekeliling kita. Masih begitu banyak orang yang lebih susah, sengsara, dan sial dibandingkan kita. Jika mereka yang hidup dalam kekurangan tetapi mampu menjalaninya dengan tegar dan tetap berjuang, kenapa kita tidak?
Apapun keadaan kehidupan kita hari ini, seharusnya kita jalani dengan optimis dan aktif. Nasib tidak akan dapat kita ubah tanpa manusia itu sendiri yang siap mengubahnya karena sesungguhnya sukses adalah hak setiap orang (success is my right); sukses adalah milik siapa saja yang mau berjuang dengan sungguh-sungguh.
Salam sukses, luar biasa! 

Kesempatan Kedua

Alkisah, di kesepian malam, tampak seorang pemuda berwajah tampan sedang memacu laju kendaraannya.Karena kantuk dan lelah yang mendera, tiba-tiba ia kehilangan kesadarannya dan gubraaak.....mobil yang dikendarainya melintasi trotoar dan berakhir dengan menabrak sebuah pohon besar.
Karena benturan yang keras di kepala, si pemuda sempat koma dan dirawat di rumah sakit. Saat kesadarannya mulai kembali, terdengar erangan perlahan. "Aduuuh...kepalaku sakit sekali. Kenapa badanku tidak bisa digerakkan. Oh..ada di mana ini?". Nanar, tampak bayangan bundanya sedang menangis, memegangi tangan dan memanggil-manggil namanya.
Lewat beberapa hari, setelah kesadarannya pulih kembali, ia baru tahu kalau mobil yang dikendarainya ringsek tidak karuan bentuknya dan melihat kondisi mobil, seharusnya si pengemudi pasti meninggal dunia. Ajaibnya, dia masih hidup (walaupun mengalami gegar otak lumayan parah, tulang paha yang patah menjadi enam, dan memar di sana-sini; hal ini membuatnya harus menjalani operasidan proses terapi penyembuhan yang lama dan menyakitkan).
Saat pamannya datang menjenguk, si pemuda menggerutu tidak puas pada kehidupannya, "Dunia sungguh tidak adil! Sedari kecil aku sudah ditinggal oleh ayahku. Walaupun aku tidak pernah hidup berkekurangan tetapi teman-temanku jauh lebih enak hidupnya. Gara-gara Bunda membelikan mobil jelek, aku jadi celaka bahkan kini cacat pula wajah ini. Oh...sungguh sial hidupku.."
Pamannya yang kenal si pemuda sedari kecil menegur keras, "Anak muda. Wajahmu rupawan tetapi jiwamu ternyata tidak.Bundamu bekerja keras selama ini hingga hidupmu berkecukupan. Lihatlah sekelilingmu, begitu banyak orang yang tidak seberuntung kamu. Tidak perlu menyalahkan orang lain. Kecelakaan ini karena kesalahanmu sendiri! Pernahkan kamu pikirkan, seandainya kecelakaan itu merenggut nyawamu, bekal apa yang kamu bawa untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatanmu di hadapan Sang Khalik? Tuhan begitu baik, memberi kesempatan kedua kepadamu untuk hidup lebih lama. Itu artinya, kamu harus hidup lebih baik! Apakah kamu mengerti?"
Si pemuda terpana sesaat dan lirih menjawab, "Terima kasih paman. Saya akan mengingat nasihat paman. Biarlah luka di wajah ini sebagai pengingat agar aku tahu diri dan mampu untuk bersyukur". 

Netter yang LuarBiasa,
Setiap hari di setiap tarikan napas kita sesungguhnya adalah "kesempatan kedua" di dalam kehidupan kita. Kesempatan untuk selalu mengingat kebaikan yang telah kita terima dan mengingatkan kita untuk selalu berbuat bajik kepada sesama.
Mari manfaatkan setiap kesempatan yang ada dengan menjalankan ibadah dan amanah. Di kesempatan yang baik ini, saya mengucapkan selamat berpuasa, semoga amal ibadah kita diterima oleh Yang Maha Kuasa. 

Murid Si Pematung

Alkisah, di pinggir sebuah kota, tinggal seorang seniman pematung yang sangat terkenal di seantero negeri. Hasil karyanya yang halus, indah, dan penuh penghayatan banyak menghiasi rumah-rumah bangsawan dan orang-orang kaya di negeri itu. Bahkan, di dalam istana kerajaan hingga taman umum milik pemerintah pun, dihiasi dengan patung karya si seniman itu.
Suatu hari, datang seorang pemuda yang merasa berbakat memohon untuk menjadi muridnya. Karena niat dan semangat si pemuda, dia diperbolehkan belajar padanya. Bahkan, ia juga diizinkan untuk tinggal di rumah si pematung.
Sejak hari itu, mulailah dia belajar dengan tekun: mengukur ketepatan bahan adonan semen, membuat rangka, cara menggerakkan jari-jari tangan, dan mengenali setiap tekstur sesuai bentuk dan jenis benda yang akan dibuat patung, dan berbagai kemampuan mematung lainnya.
Setelah belajar sekian lama, si murid merasa tidak puas. Sebab, menurutnya, hasil patungnya belum bisa menyamai keindahan patung gurunya. Dia pun kemudian menganalisa dengan saksama, lantas memutuskan meminjam alat-alat yang biasa dipakai gurunya. Dia berpikir, rahasia kehebatan sang guru pasti di alat-alat yang dipergunakan.
"Bolehkan saya meminjam alat-alat yang biasa Bapak pakai untuk mematung? Saya ingin mencoba membuat patung dengan memakai alat-alat yang selalu dipakai guru agar hasilnya bisa menyamai patung buatan Bapak."
"Silakan pakai, kamu tahu letak alat-alat itu kan? Ambil saja dan pakailah," jawab sang guru sambil tersenyum.
Selang beberapa hari, dengan wajah lesu si murid mendatangi gurunya dan berkata, "Saya sudah berusaha dan berlatih dengan tekun sesuai petunjuk Bapak, juga memakai alat-alat yang biasa dipakai Bapak. Kenapa hasilnya tetap tidak sebagus patung yang Bapak buat?"
Sang guru menjawab dengan lembut, "Bapak sudah belajar dan berlatih membuat patung selama puluhan tahun. Bapak mengamati benda-benda, mencermati setiap gerak dan tekstur, kemudian berusaha menuangkannya ke dalam karya seni dengan segenap hati dan seluruh pikiran. Tidak terhitung berapa kali kegagalan yang telah dibuat, tapi tidak pernah pula Bapak berhenti mematung hingga hari ini. Bukan alat-alat bantu canggih yang kamu butuhkan untuk menjadi seorang pematung handal, tetapi jiwa seni dan semangat untuk menekuninya yang harus kamu punyai. Dengan begitu, lambat laun kamu akan terlatih dan menjadi pematung yang baik."
"Terima kasih Pak, saya berjanji akan terus berlatih, mohon bersabar mengajari saya."
Netter yang Luar Biasa,
Untuk menciptakan sebuah maha karya, tidak cukup hanya mengandalkan talenta semata. Kita butuh proses belajar dan ketekunan berlatih bertahun-tahun. Bahkan, meski dibantu alat-alat secanggih apapun, hasil yang didapat sebenarnya sangat tergantung pada tangan-tangan terampil dan terlatih yang menggerakkannya.
Demikian pula dalam kehidupan ini, jika ingin meraih prestasi yang gemilang, ada "harga" yang harus kita bayar! Apapun bidang yang kita geluti, apapun talenta yang kita miliki, kita membutuhkan waktu, fokus dan kesungguhan hati dalam mewujudkannya hingga tercapai kesuksesan yang membanggakan!
Salam sukses, luar biasa

Jejak Kaki yang Bermakna

Alkisah, ada sepasang suami istri yang sangat mengharapkan kehadiran momongan. Setelah melalui berbagai macam usaha dan waktu yang lama, akhirnya mereka dikarunia seorang putera yang berparas tampan. Sayangnya, si anak menderita kelainan bawaan yaknipenyusutan otot sehingga berdampak pada kaki yang lemah yang tidak cukup kuat untuk menopang tubuh yang bertumbuh.
Kata dokter, "Bapak, ibu. Tidak ada cara lain untuk membuat putera Anda kelak bisa berdhri dan berjalan sendiri, yaitu denganmembiarkan dia berjalan dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Anda berdua harus tega demi masa depannya. Itu satu-satunya jalan jika kelak ingin melihatnya bisa berjalan sendiri". Sejak saat itu, dengan penuh sayang dan hati yang pedih, mereka setiap hari harus melihat putera kesayangan bersusah payah belajar berjalan, terjatuh, sakit, kadang terluka hingga menangis dan kemudian harus mulai bangkit dan berjalan lagi. Begitu seterusnya.

Suatu hari, saat si anak berusia 9 tahun, terjadi peristiwa yang cukup tragis. Hari itu, udara begitu dingin, salju turun dengan cukup lebat. Jarak dari rumah ke sekolah kira-kira 1 kilometer. Saat sekolah usai, si anak sangat berharap orang tuanya akan datang menjemput dan membantunya berjalan pulang. Ditunggu-tunggu dengan cemas, hingga sekolah sepi, orangtuanya tak kunjung tiba. Hati anak itu pun dipenuhi dengan kekecewaan, kemarahan dan kebencian.
"Papa Mama kejam. Jahat. Tidak sayang padaku. Membiarkan aku menderita. Aku benci mereka!!" sambil mengertakkan gigi, dia pun berjalan pulang dengan langkah terseok-seok. Jalanan tertutup oleh salju dan itu sangat menyulitkan untuk mengatur langkah kakinya yang lemah. Setapak demi setapak. Berkali-kali dia jatuh, kesakitan, memar dan bahkan berdarah. Setiap kali terjatuh, hatinya semakin sakit dan kebencian kepada orang tuanya makin membara. Tekad di dadanya bulat untuk membenci orangtuanya seumur hidup.

Akhirnya...si anak tiba di depan rumah. Saat pintu dibukakan, ayah dan ibunya segera memeluk sambil menangis. "Anakku, kamu hebat sekali! Kami tahu kamu sangat menderita, kami melihat dari jauh setiap langkah dan kejatuhanmu, maafkan ayah dan ibu yang tidak membantumu. Tapi lihatlah ke belakang....bekas tapak kakimu di atas salju....dan itu adalah tapak kakimu sendiri, Nak. Kamu sendiri, berhasil melalui perjalanan sulit hari ini.
Ingat Nak, hari-harimu ke depan masih panjang dan tidak mudah, tetapi dengan kemampuanmu hari ini, papa mama yakin dan percaya, kamu akan bisa melaluinya, dengan percaya diri dan tanpa perlu bertopang kepada orang lain". Si anak pun segera larut dalam tangis bahagia. Karena ternyata orang tuanya bukannya tidak menyayangi tetapi mereka menunjukkan kasih sayang dengan membiarkan berjalan sendiri menyongsong masa depan yang akan dilaluinya nanti.
Netter yang luar biasa,
Kita sebagai orangtua, ketika anak mengalami kesulitan, cobalah untuk membiarkan mereka berdiri dan menemukan solusi. Biarkan mereka belajar dan berusaha. Justru keberanian untuk menanggung setiap kesulitan yang dihadapilah yang akan menjadikan anak kita sebagai pribadi yang tangguh, mantap, percaya diri, dan bertanggung jawab. Hingga kelak, tanpa kita, mereka akan bertumbuh sebagai manusia yang kuat dalam menghadapi problem yang muncul dan bisa menjadi pemenang dalam mengarungi lautan kehidupan ini.
Salam sukses, luar biasa!

Pertapa Muda dan Kepiting

Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, nampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.
Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal. Ternyata, di sana nampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.
Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya. Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.
Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya. Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.
Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi. Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.
Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"
"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa makhluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.
Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya. " Lihat! Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, betul kan?"
Seketika itu, si pemuda tersadar. "Terima kasih, Paman.. Hari ini saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih, juga harus disertai dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman ajarkan."
Pembaca yang budiman,
Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orang tua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun. Tetapi, kalau cara kita salah, seringkali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang. Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.
Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak. Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.
Salam sukses luar biasa!!

Apapun yang terjadi patut disyukuri

Alkisah disebuah kerajaan sang raja mempunyai kegemaran berburu.
suatu hari ditemani penasehat dan pengawalnya raja berburu pergi ke hutan
saat berburu terjadi kecelakaan, yaitu kurang berhati-hati jari kelingking raja terpotong oleh pisau yang sangat tajam. Raja bersedih dan meminta pendapat dari penasehatnya. Penasehat raja berusaha menghibur dengan kata-kata yang manis, tetapi raja tetap sedih. Akhirnya dia bilang: "Baginda apapun yang terjadi patut disyukuri".Mendengar ucapan penasehat raja menjadi marah:"Kurang ajar kena musibah bukan dihibur malah disuruh bersyukur".Raja lalu memerintahkan untuk menghukum penasehatnya selama 3 tahun penjara. Hilangnya kelingking tidak membuat raja menghentikan kegemarannya untuk berburu. Suatu hari raja beserta penasehat barunya dan rombongan berburu lagi kehutan yang jauh dari istana tidak terduga saat berada ditengah hutan raja dan penasehat tersesat dan terpisah dari rombongan, tiba-tiba dihadang oleh sekelompok orang suku primitif mereka berdua ditangkap dan akan dijadikan korban persembahan kepada para dewa. Keduanya lalu dimandikan, saat giliran raja dimandikan ketahuan bahwa ada jari kelingking yang tidak lengkap alias cacat. sehingga tidak layak dipersembahkan kepada dewa.Raja ditendang dan dibebaskan begitu saja, lalu raja dengan susah payah bisa kembali lagi sampai ke istana.
Setibanya di istana, segera memerintahkan untuk membebaskan penasehatnya dari penjara. kata raja:"Penasehatku aku berterima kasih kepadamu nasihatmu ternyata benar. Apapun yang terjadi patut disyukuri. Karena hilangnya jari kelingkingku waktu itu, membuat aku hari ini bisa pulang dengan selamat ".
Kemudian rajapun menceritakan kisahnya secara lengkap. Setelah mendengar cerita sang raja terburu-buru sang penasehat berlutut sambil berkata:" terima kasih baginda, saya juga bersyukur baginda telah memenjarakan saya, karena jika tidak.... mungkin yang dipersembahkan kepada dewa oleh orang orang primitif itu adalah saya.

Pengen koleksi MP3 Cerita Motivasi klik  disini